Senin, 13 April 2009

Profesionalisme Polisi dan Progremer


Profesionalisme Polisi

Tugas pokok dan fungsi Polri, selain sebagai pengayom masyarakat juga sebagai penegak hukum. karena polisi menghadapi dua peran yang berbeda dalam waktu yang sama. Padahal satu sama lain membutuhkan gaya pelayanan yang berbeda pula. Inilah keunikan polisi, yang selalu berhadapan langsung dan banyak berbenturan dengan masyarakat.Hal ini tidak selamanya menyenangkan, bahkan terkadang lebih banyak menjengkelkan.

Polisi adalah sebagai ujung tombak dalam penegakan hukum (pidana) di lapangan. Sebagai garda terdepan, maka polisi berhadapan langsung dengan warga masyarakat. Dalam kaitan ini, adalah tepat apa yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa polisi adalah sebagai pejabat jalanan sementara Jaksa dan Hakim sebagai pejabat gedongan.Polisilah sebagai aparat penegak hukum yang langsung berhadapan dan bergelimang darah di lapangan, sementara jaksa dan hakim hanya menindaklanjuti hasil kerja polisi di depan mesin tik atau komputer. Dan malah apabila Pak Jaksanya menganggap BAP dari polisi ada yang kurang sempurna, pak Jaksa akan memerintahkan polisi untuk melengkapinya. Hal seperti ini bisa terjadi sampai beberapa kali, tanpa ada aturan yang membatasinya.
Demikian pula halnya dengan pak hakim, hanya mempedomani BAP yang diajukan oleh pak Jaksa. Pada tahap penuntutan dan pengadilan ini boleh dikatakan ceceran darah segar tidak seperti pada saat penyidikan yang dilakukan oleh polisi.Apa yang diuraikan di atas, itulah konsekuensi logis dari sebuah pilihan tugas yang harus diemban. Pada prinsipnya, bahwa untuk menjadi polisi, hakim dan jaksa hanyalah suatu alternatif pilihan pekerjaan, dan bukan merupakan suatu kewajiban tapi adalah sebuah hak. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk menjadi polisi, jaksa atau hakim. Hasil seleksilah yang menentukan seseorang bisa diterima atau tidak menjadi polisi,jaksa atau hakim.Begitu seseorang diterima sebagai aparatur hukum, maka dipundaknya akan dibebankan kewajiban untuk mengemban tugas.
Secara umum, seorang polisi akan dibebenai tugas sebagai pengayom dan penegak hukum. Demikian pula seorang jaksa akan dibebani tugas sebagai penuntut umum. Singkat kata terdapat job description dari masing-masing institusi.Demikianlah, ketika sampah berserakan di tengah kota, yang harus dituding tidak menjalankan pekerjaannya adalah instansi Dinas Kebersihan, bukan polisi dan bukan pula jaksa apalagi hakim. Inilah makna dari sebuah profesionalisme, mengerjakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya, karena tiap-tiap instansi sudah ditentukan job dan tugasnya masing-masing.Rekruitmen Anggota Polri Jika kita cermati proses rekruitmen anggota Polri untuk Secaba, dalam hal ini adalah direkrut dari para remaja tamatan SLTA dengan batas umur maksimal 21 dan minimal 18 tahun. Mereka dididik selama 6 (enam) bulan, yang dibagi menjadi 2 bagian, 3 bulan pendidikan fisik dan 3 bulan lagi pembekalan pengetahuan hukum, dan sebelum pelantikan para siswa diberi kesempatan magang bahwa selama ini pengetahuan hukum yang dimiliki oleh polisi (Secaba) adalah diperoleh dari pengalaman tanpa landasan teori.
Pengetahuan hukum apa saja yang diperoleh siswa Secaba selama tiga bulan itu?Jangankan membicarakan teori dan konsep hukum pidana, untuk membahas Pasal demi Pasal KUHP dan KUHAPpun dalam jangka waktu 3 bulan adalah suatu hal yang sangat mustahil.
Kewenangan penyidikan oleh polisi tidak hanya terbatas pada kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam KUHP an sich, melainkan juga kejahatan-kejahatan yang dirumuskan di luar KUHP, seperti, tindak pidana penyelundupan, narkotika, korupsi, bahan peledak dan senjata api, pencemaran lingkungan, terorisme dan sebagainya. Persoalannya, mungkinkah semua materi itu dapat dicerna dan dipahami oleh siswa Secaba yang baru lulus SLTA itu, yang diberikan dalam jangka waktu 3 bulan ? Kalau hanya sekedar syarat formalitas penyampaian materi, mungkin dalam waktu 2 minggupun juga bisa selesai. Tapi persoalannya tidak sesederhana itu.Sehubungan dengan itu, penulis berpendapat mengapa tidak direkrut anggota polisi dari Sarjana Hukum saja. Karena secara substansial, mereka telah siap dengan pengetahuan hukumnya, yang perlu dibina hanya tinggal pembentukan fisik. Dari sudut pengetahuan, mereka telah dididik dengan materi hukum selama minimal 4 tahun, bukan 3 bulan. Artinya, secara substansial pengetahuan hukum mereka, baik hukum pidana materil maupun hukum pidana formil cukup memadai, jika dibandingkan dengan para lulusan Secaba.
Menurut pengamatan penulis, para lulusan secaba inilah yang justru kebanyakan ditempatkan pada posisi terdepan dalam mengemban fungsi penegakan hukum. Dari sudut analisis ini, maka dapat dipahami jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat kepolisian. Karena terjadi ketidakseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki disatu pihak dengan pengetahuan hukum di lain pihak. Berbeda dengan para akademisi, mereka punya pengetahuan hukum tapi tidak punya kekuasaan.Kejahatan tanggung jawab bersama ?Satu hal lagi yang menunjukan bahwa sebenarnya aparat kepolisian kita belum profesional adalah, seringkali kalau kita jeli terhadap kalimat dalam spanduk yang dibuat oleh pihak kepolisian berbunyi, masalah kejahatan adalah tanggung jawab kita bersama. Bukan saja tulisan dispanduk, bahkan statemen seperti itu sering juga diucapkan oleh kapolri dan kapolda. Benarkah bahwa masalah kejahatan adalah tanggung jawab kita bersama ? Pernyataan ini sangat disayangkan karena secara vulgar polisi secara tidak disadari, telah memberikan pengakuan akan ketidakprofesionalannya.Seperti yang penulis uraikan di atas, jika sampah berserakan di tengah kota, maka tudingan akan langsung kita arahkan ke institusi Dinas Kebersihan yang menjadi biang ketidakberesan melaksanakan tugas. Ketika aksi kejahatan meruyak dan marak terjadi, instansi manakah yang bertanggung jawab untuk menanganinya ? Adalah tidak masuk akal jika kita menyalahkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bertanggung jawab. Secara institusional, aparat kepolisianlah yang bertanggung jawab atas banyaknya terjadi kejahatan tersebut.Silahkan melaksanakan tugas masing-masing. Pedagang, silahkan menggelar dagangannya. Dosen, silahkan bertugas mengajarkan dan mendidik mahasiswa. Para pegawai negeri silahkan menjalankan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing. Demikian pula dengan tukang sate, silahkan beraktivitas mendorong gerobak satenya.Persoalannya, mengapa polisi justru minta diintervensi tugasnya oleh masyarakat, seperti melalui statemen, masalah kejahatan adalah tanggung jawab kita bersama.Tidak.
Masalah kejahatan adalah masalah kepolisian.Statemen masalah kejahatan adalah tanggung jawab kita bersama bisa dibenarkan, bilamana gaji polisi juga harus dibagi-bagi dengan masyarakat. Jangan hanya tanggung jawab yang dibagi sementara gaji dimakan sendiri. Statemen ini bersifat individualis, yang hanya memikulkan kewajiban tanpa dibarengi dengan hak. Anggota masyarakat telah membayar pajak, yang salah satu realisasinya adalah untuk menggaji polisi yang bertugas di bidang keamanan, untuk menggaji pegawai Dinas Kebersihan yang bertugas menangani sampah dan sebagainya.Jika masyarakat juga harus dilibatkan dengan tugas keamanan, maka berarti masyarakat telah mengalami dua kali kerugian. Pertama kerugian membayar pajak yang merupakan kewajiban sebagai warga negara, dan kedua ikut bertugas yang bukan kewajibannya tanpa mendapatkan upah/gaji.
Profesionalisme Progremer dalam Desain Komunikasi Visual
Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual berupa pengolahan-pengolahan pesan-pesan untuk tujuan sosial atau komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada individu atau kelompok lainnya..
Desain Komunikasi Visual pada prinsipnya adalah merencanakan dan merancang penyampaian pola piker/pikiran dari penyampai pesan kepada penerima pesan dalam bentuk visual sehingga tercapainya pesan yang komunikatif, efektif, efisien, tepat, terpola yang terpadu secara estetis melalui media tertentu sehingga dapat mengubah pola piker dan sikap (menjadi positif) sasaran.
Program Desain Grafis, membangun desainer yang mampu merencanakan, merancang dan membuat solusi desain secara mandiri maupun kerjasama tim bagi identitas perusahaan (corporate identity), barang tercetak (printed matter), rambu (signal/sign system), pameran (exhibition design), kampanye atau bentuk lain yang bersifat penambahan nilai untuk kepentingan promosi produk, pencitraan dan positioning baik bersifat perorangan maupun institusi dalam ruang lingkup wilayah publik terseleksi maupun massal.
Program Desain Multimedia, (media berbasis waktu), yaitu membangun kemampuan dalam menerjemahkan masalah desain komunikasi visual khususnya: animasi, audio visual, video program, interaktif media, homepage design serta membangun solusi desain yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi media berbasis waktu.
Keahlian dalam hal pengembangan dalam menerapkan konsep perancangan dan aplikasi desain; bentuk-bentuk gambar/visual; pembentukan perancangan yang berbekal perangkat implementasi teknologi maupun manual; serta pembuatan dummy atau prototip dari setiap gagasan/ide dalam bentuk karya dua atau tiga dimensi. Misanya fotografi, komputer grafis. Beberapa teknik produksi desain dan metode cetak/produksi grafis, gambar tangan dan airbrush, gambar komputer/DTP, cetak saring dan offset, produksi benda 3D/outdoor/indoor board dan presentasi grafis. Dasar manajemen Perancangan dan produksi. Proposal dan presentasi grafis.

Tidak ada komentar: